Dalam manusia, itu adalah otak kiri yang biasanya berisi bahasa daerah khusus. Sementara ini berlaku untuk 97% dari tangan kanan orang, sekitar 19% dari http://www.blogger.com/img/blank.giforang kidal memiliki area bahasa mereka di belahan kanan dan sebanyak 68% dari mereka memiliki beberapa kemampuan bahasa baik di kiri dan belahan kanan.
Otak bertindak sebagai "pusat komando" untuk bahasa dan komunikasi, mengendalikan komponen baik fisik dan mental berbicara. Langkah yang memicu pidato: Banyak daerah otak bekerja sama untuk mengontrol kemampuan bicara, seperti yang digambarkan. Daerah khusus yang digunakan sedikit berbeda untuk membaca keras-keras atau terlibat dalam percakapan. Korteks visual (1A) yang terlibat ketika membaca keras sementara korteks pendengaran (1B) mendominasi selama percakapan. Gambar Kredit: Zina Deretsky, National Science Foundation
Kedua belahan diperkirakan berkontribusi pada pengolahan dan pemahaman bahasa: otak kiri memproses arti linguistik prosodi (atau, irama, stres, dan intonasi berbicara terhubung), sedangkan belahan kanan proses emosi yang disampaikan oleh prosodi. Studi anak-anak telah menunjukkan bahwa jika seorang anak memiliki kerusakan otak kiri, anak dapat mengembangkan bahasa di belahan kanan, bukan. Semakin muda anak, semakin baik pemulihan. Jadi, meskipun "alam" adalah kecenderungan untuk bahasa untuk mengembangkan di sebelah kiri, otak manusia mampu beradaptasi dengan keadaan yang sulit, jika kerusakan terjadi cukup dini.
Dalam pembicara (kanan), otak mengontrol semua aspek mental dan fisik dari berbicara. Kedengarannya mulai sebagai napas dikeluarkan dari paru-paru. Pada perjalanannya ke mulut, udara bergetar karena dipaksa melalui pita suara. Mulut, hidung dan lidah memodifikasi ini udara bergetar untuk membentuk gelombang suara. Ekspresi wajah dan gerak tubuh juga memainkan peran dalam komunikasi. Dalam pendengar (kiri), gelombang suara masukkan telinga dan kemudian dianalisis menjadi kata-kata oleh otak. Gambar Kredit: Zina Deretsky, National Science Foundation
Wilayah bahasa pertama dalam belahan kiri untuk ditemukan sebenarnya adalah wilayah Broca, yaitu setelah Paul Broca, yang menemukan daerah itu selama belajar pasien dengan afasia, gangguan bahasa. Area Broca tidak hanya menangani mendapatkan bahasa dalam arti motor, meskipun. Tampaknya menjadi lebih umum terlibat dalam kemampuan untuk proses tata bahasa sendiri, setidaknya aspek yang lebih kompleks dari tata bahasa. Misalnya, menangani membedakan kalimat dalam bentuk pasif dari kalimat subjek-verba-objek sederhana - perbedaan antara "Anak itu terkena gadis itu" dan "Gadis itu memukul anak itu."
Area bahasa kedua yang ditemukan disebut area Wernicke, setelah Carl Wernicke, seorang ahli saraf Jerman yang menemukan daerah itu selama belajar pasien yang memiliki gejala serupa dengan pasien Area Broca tetapi kerusakan pada bagian berbeda dari otak mereka. Aphasia Wernicke adalah istilah untuk gangguan yang terjadi pada kerusakan ke daerah pasien Wernicke.
Aphasia Wernicke tidak hanya mempengaruhi pemahaman berbicara. Orang dengan aphasia Wernicke juga mengalami kesulitan mengingat nama benda, sering kali merespons dengan kata-kata yang terdengar serupa, atau nama-nama benda yang terkait, seolah-olah mereka mempunyai waktu yang sulit mengingat asosiasi kata.
Kamis, 14 Juli 2011
Apakah binatang dapat berbicara?
Pertanyaan inilah yang biasanya di pikirkan oleh orang-orang yang selalu berfikir kritis. Kalau menurut kalian apakah binatang itu bisa berbicara seperti yang dilakukan manusia? (Terserah apapun pendapat anda saya akan tetap menghargainya).
Apa iya binatang itu mempunyai bahasa tersendiri?
Kalau menurut saya mungkin saja karena ada bukti-bukti yang sangat kuat di tangan saya (hehehe kayak polisi aja punya bukti segala). Silahkan baca cuplikan alasan di bawah
Saya memilih bahwa mungkin saja binatang dapat berbicara karena jika kita perhatikan anak ayam atau anak kambing yang kehilangan induknya maka anak kambing/anak ayam tersebut akan mengeluarkan suara yang mempunyai makna kira-kira seperti ini "Bunda kamu lagi ada dimana" atau mungkin maknanya seperti ini "Woy mak dimanako sekarang" (hehehe sok tahu).
Bagaimana apa kalian belum percaya kalau binatang itu dapat berbicara?
Okay jika kalian masih belum percaya bahwa sebenarnya hewan itu dapat berbicara aku akan menambahkan salah satu bukti lagi untuk memperkuat pendapat saya. Apa kalian kenal sama nabi sulaiman? (jelas kamu gak kenal lah wong kalian itu belum lahir, wkwkwk). Nabi sulaiman itu diberi kuasa oleh Allah SWT untuk dapat berbicara dengan hewan jadi Nabi sulaiman itu menguasai seluruh bahasa hewan (dari yang paling kecil sampai yang paling besar). Jadi apa kalian masih bisa mengelak bahwa binatang itu dapat bicara.
Kesimpulan:
BINATANG ITU DAPAT BERBICARA
Apa iya binatang itu mempunyai bahasa tersendiri?
Kalau menurut saya mungkin saja karena ada bukti-bukti yang sangat kuat di tangan saya (hehehe kayak polisi aja punya bukti segala). Silahkan baca cuplikan alasan di bawah
Saya memilih bahwa mungkin saja binatang dapat berbicara karena jika kita perhatikan anak ayam atau anak kambing yang kehilangan induknya maka anak kambing/anak ayam tersebut akan mengeluarkan suara yang mempunyai makna kira-kira seperti ini "Bunda kamu lagi ada dimana" atau mungkin maknanya seperti ini "Woy mak dimanako sekarang" (hehehe sok tahu).
Bagaimana apa kalian belum percaya kalau binatang itu dapat berbicara?
Okay jika kalian masih belum percaya bahwa sebenarnya hewan itu dapat berbicara aku akan menambahkan salah satu bukti lagi untuk memperkuat pendapat saya. Apa kalian kenal sama nabi sulaiman? (jelas kamu gak kenal lah wong kalian itu belum lahir, wkwkwk). Nabi sulaiman itu diberi kuasa oleh Allah SWT untuk dapat berbicara dengan hewan jadi Nabi sulaiman itu menguasai seluruh bahasa hewan (dari yang paling kecil sampai yang paling besar). Jadi apa kalian masih bisa mengelak bahwa binatang itu dapat bicara.
Kesimpulan:
BINATANG ITU DAPAT BERBICARA
Asal-usul Bahasa
Kendati setiap manusia berbahasa dan melalui bahasa mereka dapat berinteraksi dengan yang lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya serta bahasalah yang membedakan manusia dengan makhluk ciptaan Tuhan yang lain, tidak banyak orang memberikan perhatian pada asal usul bahasa. Orang hanya take for granted bahwa bahasa hadir bersamaan dengan kehadiran manusia, sehingga di mana ada manusia, di situ pula ada bahasa. Jadi bahasa adalah given. Orang mulai menanyakan asal mula bahasa ketika ada persoalan mengenai hubungan antara kata dan makna, tanda dan yang ditandai, hakikat makna, dan perbedaan makna kata yang mengakibatkan kesalahpahaman. Para ahli lebih memberikan perhatian pada bentuk bahasa, ragam bahasa, perubahan bahasa, wujud bahasa, struktur bahasa, fungsi bahasa, pengaruh bahasa, perencanaan bahasa, pengajaran bahasa, perolehan bahasa, evaluasi dan sebagainya daripada melacak sejarah kelahirannya. Padahal dengan mengetahui sejarah kelahirannya akan dapat diperoleh pemahaman yang utuh tentang bahasa.
Sebenarnya studi tentang bahasa, termasuk tentang asal usul bahasa atau glottogony sudah lama dilakukan para ilmuwan, seperti sosiolog, psikolog, antropolog, filsuf, bahkan teolog. Tetapi karena pusat perhatian para ilmuwan tersebut berbeda-beda, maka tidak diperoleh pengetahuan yang memadai tentang asal usul bahasa. Yang diperole justru pengetahuan tentang cabang-cabang ilmu bahasa, seperti sosiolinguistik, psikolinguistik, antropolingusitik, filsafat bahasa dan sebagainya. Seolah tak mau ketinggalan dengan para ahli sebelumnya, belakangan para neurolog dan geolog juga mengkaji bahasa, sehingga muncul ilmu neurolinguistik dan geolinguistik. Belakangan para ahli komunikasi juga menjadikan bahasa sebagai pusat kajian. Secara mikro, lahir ilmu seperti fonologi, morfologi, sintak, semantik, gramatika, semiotika dan sebagainya Tidak mengherankan bahwa bahasa akhirnya menjadi bahan kajian para ilmuwan dari berbagai disiplin. Ini sekaligus membuktikan bahwa bahasa menjadi demikian penting dalam kehidupan manusia. Tidak berlebihan jika seorang filsuf hermeneutika kenamaan Gadamer mengatakan bahwa bahasa adalah pusat memahami dan pemahaman manusia. Sebab, melalui bahasa akan diketahui pola pikir, sistematika berpikir, kekayaan gagasan, kecerdasan, dan kondisi psikologis seseorang.
Namun demikian asal usul bahasa atau sejarah bahasa tetap obscure dan studi tentang asal usul bahasa tidak sesemarak bidang-bidang kebahasaan yang lain. Mengapa? Jawabannya sederhana dan spekulatif. Sebab, karena tidak terdapat bukti yang cukup untuk menyimpulkan kapan sejatinya pertama kali bahasa digunakan oleh manusia, siapa yang memulai dan bagaimana pula memulainya.
Alih-alih menyimpulkan kapan bahasa pertama kali digunakan manusia, para ahli bahasa justru sepakat bahwa tidak seorang pun mengetahui secara persis kapan bahasa awal mula ada, di mana, bagaimana membuatnya dan siapa yang mengawalinya. Ungkapan yang lazim mengatakan bahwa sejarah bahasa dimulai sejak awal keberadaan manusia. Dengan demikian, sejarah bahasa berlangsung sepanjang sejarah manusia. Ada sedikit informasi dari para peneliti sejarah bahasa yang menyimpulkan bahwa bahasa muncul pertama kali kurang lebih 3000 SM. Inipun dianggap kesimpulan yang spekulatif dan tanpa bukti yang kuat.
Karena hasil studi tentang asal usul bahasa dianggap tidak pernah memuaskan, malah ada yang bersifat mitos dan main-main, maka menurut Alwasilah (1990: 1) pada 1866 Masyarakat Linguistik Perancis pernah melarang mendiskusikan asal usul bahasa karena hasilnya tidak pernah jelas dan hanya buang-buang waktu saja. Perhatian dan waktu lebih baik dipusatkan untuk mengkaji bidang-bidang lain yang hasilnya jelas dan tidak spekulatif, seperti bidang kedokteran, biologi, fisika, astronomi dan sebagainya.
Namun demikian, terdapat beberapa teori tentang asal usul bahasa, di antaranya bersifat tradisional dan mistis. Misalnya, ada yang beranggapan bahwa bahasa adalah hadiah para dewa yang diwariskan secara turun temurun kepada manusia, sebuah ungkapan yang sulit diterima kebenarannya secara ilmiah dan nalar logis. Namun menurut Pei (1971: 12) pada kongres linguistik di Turki tahun 1934 muncul pendapat yang menyatakan bahwa bahasa Turki adalah akar dari semua bahasa dunia karena semua kata dalam semua bahasa berasal dari giines, kata Turki yang berarti “matahari”, sebuah planet yang pertama kali menarik perhatian manusia dan menuntut nama. Kendati kebenarannya masih dipertanyakan banyak kalangan, pendapat tersebut tidak berlebihan. Sebab, dari sisi penggunanya bahasa Turki dipakai tidak saja oleh orang Turki, tetapi juga oleh masyarakat di negara-negara bekas Uni Soviet, seperti Tajikistan, Ubekistan, Armenia, Ukraina, dan sebagainya.
Sebuah hipotesis tentang teori bahasa yang didukung oleh Darwin (1809-1882) menyatakan bahwa bahasa hakikatnya lisan dan terjadi secara evolusi, yakni berawal dari pantomime-mulut di mana alat-alat suara seperti lidah, pita suara, larynk, hidung, vocal cord dan sebagainya secara reflek berusaha meniru gerakan-gerakan tangan dan menimbulkan suara. Suara-suara ini kemudian dirangkai untuk menjadi ujaran (speech) yang punya makna. Masih menurut Darwin kualitas bahasa manusia dibanding dengan suara binatang hanya berbeda dalam tingkatannya saja. Artinya, perbedaan antara bahasa manusia dan suara binantang itu sangat tipis, sampai-sampai ada sebagian yang berpendapat bahwa binatang juga berbahasa. “All social animals communicate with each other, from bees and ants to whales and apes, but only humans have developed a language which is more than a set of prearranged signals”. .
Bahasa manusia seperti halnya manusia sendiri yang berasal dari bentuk yang sangat primitif berawal dari bentuk ekspresi emosi saja. Contohnya, perasaan jengkel atau jijik diekspresikan dengan mengeluarkan udara dari hidung dan mulut, sehingga terdengar suara “pooh” atau “pish”. Oleh Max Miller (1823-1900), seorang ahli filologi dari Inggris kelahiran Jerman, teori ini disebut poo-pooh theory, kendati Miller sendiri tidak setuju dengan pendapat Darwin (Alwasilah, 1990: 3).
Sebagian yang lain berpendapat bahwa bahasa awalnya merupakan hasil imajinasi orang dengan melihat cara jenis-jenis hewan atau serangga tertentu berkomunikasi. Misalnya, kumbang menyampaikan maksud kepada sesamanya dengan mengeluarkan bau dan menari-nari di dalam sarangnya. Semut berkomunikasi dengan antenenya.
Ada juga teori “bow-wow” yang mengatakan bahwa bahasa muncul sebagai tiruan bunyi-bunyi yang terdengar di alam, seperti nyanyian burung, suara binatang, suara guruh, hujan, angin, ombak sungai, samudra dan sebagainya, sehingga teori ini disebut echoic theory. Jadi tidak berevolusi sebagaimana aliran teori Darwinian di atas. Menurut teori “bow-wow” ada relasi yang jelas antara suara dan makna, sehingga bahasa tidak bersifat arbitrer. Misalnya, dalam bahasa Indonesia ada kata-kata seperti: menggelegar, bergetar, mendesis, merintih, meraung, berkokok dan sebagainya. Contoh lainnya, misalnya, oleh sebagian masyarakat anjing disebut sebagai “bow-wow” karena ketika menyalak suaranya terdengar “bow-wow”.
Dengan berpikir praktis, orang menamai binatang yang menyalak itu sebagai “bow-wow”.
Mirip teori “bow-wow”, ada juga teori “ding-dong” atau disebut nativistic theory, yang dikenalkan oleh Muller, yang mengatakan bahwa bahasa lahir secara alamiah. Teori ini sama dengan pendapat Socrates bahwa bahasa lahir secara alamiah. Menurut teori ini manusia memiliki kemampuan insting yang sangat istimewa dan tidak tidak dimiliki oleh makhuk yang lain, yakni insting untuk mengeluarkan ekspresi ujaran ketika melihat sesuatu melalui indranya. Kesan yang diterima lewat bel bagaikan pukulan pada bel hingga melahirkan ucapan yang sesuai. Misalnya, sewaktu manusia primitif dulu melihat serigala, maka secara insting terucap kata “Wolf”.
Ada juga teori “pooh-pooh” yang mengatakan pada awalnya bahasa merupakan ungkapan seruan keheranan, ketakutan, kesenangan, kesakitan dan sebagainya. Ada teori “yo-he-ho” yang mengatakan bahasa pertama timbul dalam suasana kegiatan sosial di mana terjadi deram dan gerak jasmani yang secara spontan diikuti dengan munculnya bahasa. Misalnya, ketika sekelompok orang secara bersama-sama mengangkat kayu atau benda berat, secara spontan mereka akan mengucapkan kata-kata tertentu karena terdorong gerakan otot.
Ada juga teori “seng-song” yang mengatakan bahasa berawal dari nyanyian primitif yang belum terbentuk oleh kelompok masyarakat. Selanjutnya nyanyian tersebut dipakai untuk menyampaikan maksud atau pesan dan membentuk struktur yang teratur walau sangat sederhana. Nenek moyang kita jutaan tahun lalu berbahasa dengan kosa kata dan tatabahasa yang sangat terbatas. Seiring dengan perkembangan peradaban manusia, sistem lambang ini pun berkembang hingga akhirnya lahir bahasa tulis. Lewat bahasa tulis, peradaban manusia berkembang menjadi demikian pesat. Dengan demikian, bahasa terbentuk dan berkembang secara evolutif
Berbeda dengan aliran-aliran primitif tersebut di atas, para filsuf Yunani kuno, seperti Pythagoras, Plato, dan kaum Stoika berpendapat bahwa bahasa muncul karena “keharusan batin” atau karena “hukum alam”. Disebut “keharusan batin”, karena bahasa hakikatnya adalah perwujudan atau ekspresi dunia batin penggunanya. Lihat saja bagaimana bahasa seseorang ketika sedang marah, bahagia, gelisah dan sebagainya. Semuanya tergambar dalam bahasa yang diucapkan.
Pendapat yang cukup masuk akal dan menjadi dasar pemahaman orang tentang makna bahasa sampai saat ini muncul dari filsuf seperti Demokritus, Aristoteles, dan kaum Epikureja yang mengatakan bahwa bahasa adalah hasil persetujuan dan perjanjian antar-anggota masyarakat. Sebab, sifat dasar manusia adalah keinginannya berinteraksi dengan orang lain untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Untuk itu, mereka memerlukan sarana atau alat komunikasi. Tetapi pertanyaannya adalah bagaimana orang melakukan perundingan atau persetujuan atas sesuatu sementara mereka belum memiliki alat untuk itu. Apakah hanya menggunakan isyarat dengan anggota badan? Sayangnya, teori ini berhenti sampai di sini.
Kendati teori tentang asal mula bahasa masih kabur dan demikian beragam, dari yang bersifat mitos, religius, mistis sampai yang agak ilmiah, menurut Hidayat (1996: 29) secara garis besar terdapat tiga perspektif teoretik mengenai asal usul bahasa, yakni teologik, naturalis, dan konvensional. Aliran teologik umumnya menyatakan bahwa kemampuan berbahasa manusia merupakan anugerah Tuhan untuk membedakannya dengan makhluk ciptaanNya yang lain. Dalam al Qur’an (2: 31) Allah dengan tegas memerintahkan Adam untuk memberi nama benda-benda (tidak menghitung benda). Para penganut aliran ini berpendapat kemampuan Adam untuk memberi nama benda disebut tidak saja sebagai peristiwa linguistik pertama kali dalam sejarah manusia, tetapi juga sebuah peristiwa sosial yang membedakan manusia dengan semua makhluk ciptaan Tuhan yang lain. Tak bisa dipungkiri bahasa kemudian menjadi pembeda yang sangat jelas antara manusia (human) dengan makhluk yang bukan manusia (non-human).
Tentu saja pendapat ini bersifat dogmatis dan karenanya tidak perlu dilakukan kajian secara ilmiah dan serius tentang asal usul bahasa. Kehadiran bahasa diterima begitu saja, sama dengan kehadiran manusia yang tidak perlu dipertentangkan. Karena bersifat teologik, maka aliran ini terkait dengan keimanan seseorang. Bagi yang beragama Islam perintah Allah kepada Adam di atas harus diterima sebagai kebenaran, karena tersurat dengan jelas di dalam kitab suci al Qur’an. Sisi positif aliran ini adalah kebenarannya bersifat mutlak dan karenanya tidak perlu diperdebatkan karena berasal dari Allah. Tetapi sisi negatifnya ialah aliran ini menjadikan ilmu pengetahuan tentang bahasa tidak berkembang. Sebab, tidak lagi ada kajian atau penelitian tentang asal usul bahasa. Padahal, penelitian merupakan aktivitas ilmiah yang sangat penting untuk menjelaskan dan mencari jawaban atas berbagai fenomena alam, sosial, dan kemanusiaan termasuk fenomena bahasa. Lebih dari itu, penelitian merupakan aktivitas untuk mengembangkan ilmu pengetahuan. Tidak pernah ada ilmu pengetahuan berkembang tanpa penelitian. Hampir semua ilmu pengetahuan yang berkembang pesat dibarengi dengan kegiatan penelitian secara intensif. Misalnya, ilmu kedokteran, biologi, fisika, astronomi dan sebagainya.Kemajuan pesat pada ilmu-ilmu itu beberapa dasawarsa belakangan ini karena kegiatan penelitian yang begitu intensif di bidang itu.
Sebenarnya studi tentang bahasa, termasuk tentang asal usul bahasa atau glottogony sudah lama dilakukan para ilmuwan, seperti sosiolog, psikolog, antropolog, filsuf, bahkan teolog. Tetapi karena pusat perhatian para ilmuwan tersebut berbeda-beda, maka tidak diperoleh pengetahuan yang memadai tentang asal usul bahasa. Yang diperole justru pengetahuan tentang cabang-cabang ilmu bahasa, seperti sosiolinguistik, psikolinguistik, antropolingusitik, filsafat bahasa dan sebagainya. Seolah tak mau ketinggalan dengan para ahli sebelumnya, belakangan para neurolog dan geolog juga mengkaji bahasa, sehingga muncul ilmu neurolinguistik dan geolinguistik. Belakangan para ahli komunikasi juga menjadikan bahasa sebagai pusat kajian. Secara mikro, lahir ilmu seperti fonologi, morfologi, sintak, semantik, gramatika, semiotika dan sebagainya Tidak mengherankan bahwa bahasa akhirnya menjadi bahan kajian para ilmuwan dari berbagai disiplin. Ini sekaligus membuktikan bahwa bahasa menjadi demikian penting dalam kehidupan manusia. Tidak berlebihan jika seorang filsuf hermeneutika kenamaan Gadamer mengatakan bahwa bahasa adalah pusat memahami dan pemahaman manusia. Sebab, melalui bahasa akan diketahui pola pikir, sistematika berpikir, kekayaan gagasan, kecerdasan, dan kondisi psikologis seseorang.
Namun demikian asal usul bahasa atau sejarah bahasa tetap obscure dan studi tentang asal usul bahasa tidak sesemarak bidang-bidang kebahasaan yang lain. Mengapa? Jawabannya sederhana dan spekulatif. Sebab, karena tidak terdapat bukti yang cukup untuk menyimpulkan kapan sejatinya pertama kali bahasa digunakan oleh manusia, siapa yang memulai dan bagaimana pula memulainya.
Alih-alih menyimpulkan kapan bahasa pertama kali digunakan manusia, para ahli bahasa justru sepakat bahwa tidak seorang pun mengetahui secara persis kapan bahasa awal mula ada, di mana, bagaimana membuatnya dan siapa yang mengawalinya. Ungkapan yang lazim mengatakan bahwa sejarah bahasa dimulai sejak awal keberadaan manusia. Dengan demikian, sejarah bahasa berlangsung sepanjang sejarah manusia. Ada sedikit informasi dari para peneliti sejarah bahasa yang menyimpulkan bahwa bahasa muncul pertama kali kurang lebih 3000 SM. Inipun dianggap kesimpulan yang spekulatif dan tanpa bukti yang kuat.
Karena hasil studi tentang asal usul bahasa dianggap tidak pernah memuaskan, malah ada yang bersifat mitos dan main-main, maka menurut Alwasilah (1990: 1) pada 1866 Masyarakat Linguistik Perancis pernah melarang mendiskusikan asal usul bahasa karena hasilnya tidak pernah jelas dan hanya buang-buang waktu saja. Perhatian dan waktu lebih baik dipusatkan untuk mengkaji bidang-bidang lain yang hasilnya jelas dan tidak spekulatif, seperti bidang kedokteran, biologi, fisika, astronomi dan sebagainya.
Namun demikian, terdapat beberapa teori tentang asal usul bahasa, di antaranya bersifat tradisional dan mistis. Misalnya, ada yang beranggapan bahwa bahasa adalah hadiah para dewa yang diwariskan secara turun temurun kepada manusia, sebuah ungkapan yang sulit diterima kebenarannya secara ilmiah dan nalar logis. Namun menurut Pei (1971: 12) pada kongres linguistik di Turki tahun 1934 muncul pendapat yang menyatakan bahwa bahasa Turki adalah akar dari semua bahasa dunia karena semua kata dalam semua bahasa berasal dari giines, kata Turki yang berarti “matahari”, sebuah planet yang pertama kali menarik perhatian manusia dan menuntut nama. Kendati kebenarannya masih dipertanyakan banyak kalangan, pendapat tersebut tidak berlebihan. Sebab, dari sisi penggunanya bahasa Turki dipakai tidak saja oleh orang Turki, tetapi juga oleh masyarakat di negara-negara bekas Uni Soviet, seperti Tajikistan, Ubekistan, Armenia, Ukraina, dan sebagainya.
Sebuah hipotesis tentang teori bahasa yang didukung oleh Darwin (1809-1882) menyatakan bahwa bahasa hakikatnya lisan dan terjadi secara evolusi, yakni berawal dari pantomime-mulut di mana alat-alat suara seperti lidah, pita suara, larynk, hidung, vocal cord dan sebagainya secara reflek berusaha meniru gerakan-gerakan tangan dan menimbulkan suara. Suara-suara ini kemudian dirangkai untuk menjadi ujaran (speech) yang punya makna. Masih menurut Darwin kualitas bahasa manusia dibanding dengan suara binatang hanya berbeda dalam tingkatannya saja. Artinya, perbedaan antara bahasa manusia dan suara binantang itu sangat tipis, sampai-sampai ada sebagian yang berpendapat bahwa binatang juga berbahasa. “All social animals communicate with each other, from bees and ants to whales and apes, but only humans have developed a language which is more than a set of prearranged signals”. .
Bahasa manusia seperti halnya manusia sendiri yang berasal dari bentuk yang sangat primitif berawal dari bentuk ekspresi emosi saja. Contohnya, perasaan jengkel atau jijik diekspresikan dengan mengeluarkan udara dari hidung dan mulut, sehingga terdengar suara “pooh” atau “pish”. Oleh Max Miller (1823-1900), seorang ahli filologi dari Inggris kelahiran Jerman, teori ini disebut poo-pooh theory, kendati Miller sendiri tidak setuju dengan pendapat Darwin (Alwasilah, 1990: 3).
Sebagian yang lain berpendapat bahwa bahasa awalnya merupakan hasil imajinasi orang dengan melihat cara jenis-jenis hewan atau serangga tertentu berkomunikasi. Misalnya, kumbang menyampaikan maksud kepada sesamanya dengan mengeluarkan bau dan menari-nari di dalam sarangnya. Semut berkomunikasi dengan antenenya.
Ada juga teori “bow-wow” yang mengatakan bahwa bahasa muncul sebagai tiruan bunyi-bunyi yang terdengar di alam, seperti nyanyian burung, suara binatang, suara guruh, hujan, angin, ombak sungai, samudra dan sebagainya, sehingga teori ini disebut echoic theory. Jadi tidak berevolusi sebagaimana aliran teori Darwinian di atas. Menurut teori “bow-wow” ada relasi yang jelas antara suara dan makna, sehingga bahasa tidak bersifat arbitrer. Misalnya, dalam bahasa Indonesia ada kata-kata seperti: menggelegar, bergetar, mendesis, merintih, meraung, berkokok dan sebagainya. Contoh lainnya, misalnya, oleh sebagian masyarakat anjing disebut sebagai “bow-wow” karena ketika menyalak suaranya terdengar “bow-wow”.
Dengan berpikir praktis, orang menamai binatang yang menyalak itu sebagai “bow-wow”.
Mirip teori “bow-wow”, ada juga teori “ding-dong” atau disebut nativistic theory, yang dikenalkan oleh Muller, yang mengatakan bahwa bahasa lahir secara alamiah. Teori ini sama dengan pendapat Socrates bahwa bahasa lahir secara alamiah. Menurut teori ini manusia memiliki kemampuan insting yang sangat istimewa dan tidak tidak dimiliki oleh makhuk yang lain, yakni insting untuk mengeluarkan ekspresi ujaran ketika melihat sesuatu melalui indranya. Kesan yang diterima lewat bel bagaikan pukulan pada bel hingga melahirkan ucapan yang sesuai. Misalnya, sewaktu manusia primitif dulu melihat serigala, maka secara insting terucap kata “Wolf”.
Ada juga teori “pooh-pooh” yang mengatakan pada awalnya bahasa merupakan ungkapan seruan keheranan, ketakutan, kesenangan, kesakitan dan sebagainya. Ada teori “yo-he-ho” yang mengatakan bahasa pertama timbul dalam suasana kegiatan sosial di mana terjadi deram dan gerak jasmani yang secara spontan diikuti dengan munculnya bahasa. Misalnya, ketika sekelompok orang secara bersama-sama mengangkat kayu atau benda berat, secara spontan mereka akan mengucapkan kata-kata tertentu karena terdorong gerakan otot.
Ada juga teori “seng-song” yang mengatakan bahasa berawal dari nyanyian primitif yang belum terbentuk oleh kelompok masyarakat. Selanjutnya nyanyian tersebut dipakai untuk menyampaikan maksud atau pesan dan membentuk struktur yang teratur walau sangat sederhana. Nenek moyang kita jutaan tahun lalu berbahasa dengan kosa kata dan tatabahasa yang sangat terbatas. Seiring dengan perkembangan peradaban manusia, sistem lambang ini pun berkembang hingga akhirnya lahir bahasa tulis. Lewat bahasa tulis, peradaban manusia berkembang menjadi demikian pesat. Dengan demikian, bahasa terbentuk dan berkembang secara evolutif
Berbeda dengan aliran-aliran primitif tersebut di atas, para filsuf Yunani kuno, seperti Pythagoras, Plato, dan kaum Stoika berpendapat bahwa bahasa muncul karena “keharusan batin” atau karena “hukum alam”. Disebut “keharusan batin”, karena bahasa hakikatnya adalah perwujudan atau ekspresi dunia batin penggunanya. Lihat saja bagaimana bahasa seseorang ketika sedang marah, bahagia, gelisah dan sebagainya. Semuanya tergambar dalam bahasa yang diucapkan.
Pendapat yang cukup masuk akal dan menjadi dasar pemahaman orang tentang makna bahasa sampai saat ini muncul dari filsuf seperti Demokritus, Aristoteles, dan kaum Epikureja yang mengatakan bahwa bahasa adalah hasil persetujuan dan perjanjian antar-anggota masyarakat. Sebab, sifat dasar manusia adalah keinginannya berinteraksi dengan orang lain untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Untuk itu, mereka memerlukan sarana atau alat komunikasi. Tetapi pertanyaannya adalah bagaimana orang melakukan perundingan atau persetujuan atas sesuatu sementara mereka belum memiliki alat untuk itu. Apakah hanya menggunakan isyarat dengan anggota badan? Sayangnya, teori ini berhenti sampai di sini.
Kendati teori tentang asal mula bahasa masih kabur dan demikian beragam, dari yang bersifat mitos, religius, mistis sampai yang agak ilmiah, menurut Hidayat (1996: 29) secara garis besar terdapat tiga perspektif teoretik mengenai asal usul bahasa, yakni teologik, naturalis, dan konvensional. Aliran teologik umumnya menyatakan bahwa kemampuan berbahasa manusia merupakan anugerah Tuhan untuk membedakannya dengan makhluk ciptaanNya yang lain. Dalam al Qur’an (2: 31) Allah dengan tegas memerintahkan Adam untuk memberi nama benda-benda (tidak menghitung benda). Para penganut aliran ini berpendapat kemampuan Adam untuk memberi nama benda disebut tidak saja sebagai peristiwa linguistik pertama kali dalam sejarah manusia, tetapi juga sebuah peristiwa sosial yang membedakan manusia dengan semua makhluk ciptaan Tuhan yang lain. Tak bisa dipungkiri bahasa kemudian menjadi pembeda yang sangat jelas antara manusia (human) dengan makhluk yang bukan manusia (non-human).
Tentu saja pendapat ini bersifat dogmatis dan karenanya tidak perlu dilakukan kajian secara ilmiah dan serius tentang asal usul bahasa. Kehadiran bahasa diterima begitu saja, sama dengan kehadiran manusia yang tidak perlu dipertentangkan. Karena bersifat teologik, maka aliran ini terkait dengan keimanan seseorang. Bagi yang beragama Islam perintah Allah kepada Adam di atas harus diterima sebagai kebenaran, karena tersurat dengan jelas di dalam kitab suci al Qur’an. Sisi positif aliran ini adalah kebenarannya bersifat mutlak dan karenanya tidak perlu diperdebatkan karena berasal dari Allah. Tetapi sisi negatifnya ialah aliran ini menjadikan ilmu pengetahuan tentang bahasa tidak berkembang. Sebab, tidak lagi ada kajian atau penelitian tentang asal usul bahasa. Padahal, penelitian merupakan aktivitas ilmiah yang sangat penting untuk menjelaskan dan mencari jawaban atas berbagai fenomena alam, sosial, dan kemanusiaan termasuk fenomena bahasa. Lebih dari itu, penelitian merupakan aktivitas untuk mengembangkan ilmu pengetahuan. Tidak pernah ada ilmu pengetahuan berkembang tanpa penelitian. Hampir semua ilmu pengetahuan yang berkembang pesat dibarengi dengan kegiatan penelitian secara intensif. Misalnya, ilmu kedokteran, biologi, fisika, astronomi dan sebagainya.Kemajuan pesat pada ilmu-ilmu itu beberapa dasawarsa belakangan ini karena kegiatan penelitian yang begitu intensif di bidang itu.
APA BAHASA ITU?
Menurut Keraf dalam Smarapradhipa (2005:1), memberikan dua pengertian bahasa. Pengertian pertama menyatakan bahasa sebagai alat komunikasi antara anggota masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Kedua, bahasa adalah sistem komunikasi yang mempergunakan simbol-simbol vokal (bunyi ujaran) yang bersifat arbitrer.
Lain halnya menurut Owen dalam Stiawan (2006:1), menjelaskan definisi bahasa yaitu language can be defined as a socially shared combinations of those symbols and rule governed combinations of those symbols (bahasa dapat didefenisikan sebagai kode yang diterima secara sosial atau sistem konvensional untuk menyampaikan konsep melalui kegunaan simbol-simbol yang dikehendaki dan kombinasi simbol-simbol yang diatur oleh ketentuan).
Pendapat di atas mirip dengan apa yang diungkapkan oleh Tarigan (1989:4), beliau memberikan dua definisi bahasa. Pertama, bahasa adalah suatu sistem yang sistematis, barang kali juga untuk sistem generatif. Kedua, bahasa adalah seperangkat lambang-lambang mana suka atau simbol-simbol arbitrer.
Menurut Santoso (1990:1), bahasa adalah rangkaian bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia secara sadar.
Definisi lain, Bahasa adalah suatu bentuk dan bukan suatu keadaan (lenguage may be form and not matter) atau sesuatu sistem lambang bunyi yang arbitrer, atau juga suatu sistem dari sekian banyak sistem-sistem, suatu sistem dari suatu tatanan atau suatu tatanan dalam sistem-sistem. Pengertian tersebut dikemukakan oleh Mackey (1986:12).
Menurut Wibowo (2001:3), bahasa adalah sistem simbol bunyi yang bermakna dan berartikulasi (dihasilkan oleh alat ucap) yang bersifat arbitrer dan konvensional, yang dipakai sebagai alat berkomunikasi oleh sekelompok manusia untuk melahirkan perasaan dan pikiran.
Hampir senada dengan pendapat Wibowo, Walija (1996:4), mengungkapkan definisi bahasa ialah komunikasi yang paling lengkap dan efektif untuk menyampaikan ide, pesan, maksud, perasaan dan pendapat kepada orang lain.
Pendapat lainnya tentang definisi bahasa diungkapkan oleh Syamsuddin (1986:2), beliau memberi dua pengertian bahasa. Pertama, bahasa adalah alat yang dipakai untuk membentuk pikiran dan perasaan, keinginan dan perbuatan-perbuatan, alat yang dipakai untuk mempengaruhi dan dipengaruhi. Kedua, bahasa adalah tanda yang jelas dari kepribadian yang baik maupun yang buruk, tanda yang jelas dari keluarga dan bangsa, tanda yang jelas dari budi kemanusiaan.
Sementara Pengabean (1981:5), berpendapat bahwa bahasa adalah suatu sistem yang mengutarakan dan melaporkan apa yang terjadi pada sistem saraf.
Pendapat terakhir dari makalah singkat tentang bahasa ini diutarakan oleh Soejono (1983:01), bahasa adalah suatu sarana perhubungan rohani yang amat penting dalam hidup bersama.
Lain halnya menurut Owen dalam Stiawan (2006:1), menjelaskan definisi bahasa yaitu language can be defined as a socially shared combinations of those symbols and rule governed combinations of those symbols (bahasa dapat didefenisikan sebagai kode yang diterima secara sosial atau sistem konvensional untuk menyampaikan konsep melalui kegunaan simbol-simbol yang dikehendaki dan kombinasi simbol-simbol yang diatur oleh ketentuan).
Pendapat di atas mirip dengan apa yang diungkapkan oleh Tarigan (1989:4), beliau memberikan dua definisi bahasa. Pertama, bahasa adalah suatu sistem yang sistematis, barang kali juga untuk sistem generatif. Kedua, bahasa adalah seperangkat lambang-lambang mana suka atau simbol-simbol arbitrer.
Menurut Santoso (1990:1), bahasa adalah rangkaian bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia secara sadar.
Definisi lain, Bahasa adalah suatu bentuk dan bukan suatu keadaan (lenguage may be form and not matter) atau sesuatu sistem lambang bunyi yang arbitrer, atau juga suatu sistem dari sekian banyak sistem-sistem, suatu sistem dari suatu tatanan atau suatu tatanan dalam sistem-sistem. Pengertian tersebut dikemukakan oleh Mackey (1986:12).
Menurut Wibowo (2001:3), bahasa adalah sistem simbol bunyi yang bermakna dan berartikulasi (dihasilkan oleh alat ucap) yang bersifat arbitrer dan konvensional, yang dipakai sebagai alat berkomunikasi oleh sekelompok manusia untuk melahirkan perasaan dan pikiran.
Hampir senada dengan pendapat Wibowo, Walija (1996:4), mengungkapkan definisi bahasa ialah komunikasi yang paling lengkap dan efektif untuk menyampaikan ide, pesan, maksud, perasaan dan pendapat kepada orang lain.
Pendapat lainnya tentang definisi bahasa diungkapkan oleh Syamsuddin (1986:2), beliau memberi dua pengertian bahasa. Pertama, bahasa adalah alat yang dipakai untuk membentuk pikiran dan perasaan, keinginan dan perbuatan-perbuatan, alat yang dipakai untuk mempengaruhi dan dipengaruhi. Kedua, bahasa adalah tanda yang jelas dari kepribadian yang baik maupun yang buruk, tanda yang jelas dari keluarga dan bangsa, tanda yang jelas dari budi kemanusiaan.
Sementara Pengabean (1981:5), berpendapat bahwa bahasa adalah suatu sistem yang mengutarakan dan melaporkan apa yang terjadi pada sistem saraf.
Pendapat terakhir dari makalah singkat tentang bahasa ini diutarakan oleh Soejono (1983:01), bahasa adalah suatu sarana perhubungan rohani yang amat penting dalam hidup bersama.
Rabu, 13 Juli 2011
kisi-kisi ujian
1.istilah syntax n posisi:chomsky said syntax is the study of the prinsiples and proceses by which sentences are contructed an particular language while mathew said syntax is arrangement.it refers to the branch of grammer.it this position of syntax in language learning.
phonetics~phonology~morphology~syntax~semantics~paragmatics~text
8.fungsi otak:~beta=12~19hz,where we are full activity,when we do anything and interection/connect with other and its good for learning
~alpha=(8hz~12hz).it is brain waves when human do relaxaction or rest with signs eyes begin clouse or sleepy,it is producted every will sleep.so betwen conciously or not
~theta=(4~8hz).it's happen when human is sleeping.its sign respiration begin slows,brainwaves' theta too populer as ''megiction wives" because there is strong of spesific,it's happen when we are pray to god
phonetics~phonology~morphology~syntax~semantics~paragmatics~text
8.fungsi otak:~beta=12~19hz,where we are full activity,when we do anything and interection/connect with other and its good for learning
~alpha=(8hz~12hz).it is brain waves when human do relaxaction or rest with signs eyes begin clouse or sleepy,it is producted every will sleep.so betwen conciously or not
~theta=(4~8hz).it's happen when human is sleeping.its sign respiration begin slows,brainwaves' theta too populer as ''megiction wives" because there is strong of spesific,it's happen when we are pray to god
Minggu, 10 Juli 2011
the position
Sentence:The puppy found the child
PrepoPhrase:in the cupboard,with a gun
Verb :find,have,sleep,bite
adj :red,smart,lazy
pron:they,we,i,you,he,she,it
prepo:at,in,on,to,with
art:the,a
PrepoPhrase:in the cupboard,with a gun
Verb :find,have,sleep,bite
adj :red,smart,lazy
pron:they,we,i,you,he,she,it
prepo:at,in,on,to,with
art:the,a
Kamis, 07 Juli 2011
ANALYZE THE TEXT BELOW USING X-BAR THEORY
ACCENT REDUCTION
Many ESL learners are concerned about eliminating their accents, but before you run out and spend hundreds of dollars on the latest pronunciation course, let me give you some things to think about.
First, the main goal of any pronunciation course should be to focus on accent reduction, not accent elimination, which is virtually impossible. Rather, students should work on reducing areas of their pronunciation that affect comprehensibility, that is, areas of their accents that make it difficult for native speakers to understand them.
Second, with this goal in mind, students need to be able to identify which specific areas of pronunciation give them the most trouble. Of course, there are universal areas of pronunciation that affect specific language groups, and reading up on these commonalities will help you. Furthermore, if you take a class on pronunciation, the teacher probably will ask you to record a speech sample which can be analyzed to check which specific areas you need to work on, for example, vowel and consonant sounds, word and sentence stress, and word reductions, and linking, and intonation.
Finally, you need to practice these features in different situations, from very structured exercises to extemporaneous speech. In other words, let's say you are focusing on past tense, -ed endings (e.g., worked, played, constructed, learned, etc.). The first step would be able to recognize and produce the corrected pronunciation of the endings of each word in isolation by repeating them; however, this does not guarantee that you will be able to use them in natural conversation. Thus, you might want to record yourself talking about the past weekend and what you did---again, using past tenses. Rewind the recording and check to see how well you formed the verbs and if you pronounced them correctly.
Just remember that improving your pronunciation will take a lot of patience and commitment.
artinya
PENGURANGAN AKSEN
Banyak ESL pelajar adalah memperhatikan penghapusan aksen mereka, tetapi [sebelum/di depan] kamu pergi keluar dan membelanjakan beratus-ratus dolar pada [atas] pengucapan kata-kata kursus yang terakhir, beri aku kesempatan memberi mu beberapa hal-hal untuk memikirkan.
Pertama, gol yang utama tentang segala pengucapan kata-kata kursus harus untuk memusatkan pada [atas] pengurangan aksen, [yang] bukan penghapusan aksen, yang mana [adalah] hampir mustahil. Melainkan, para siswa perlu bekerja pada [atas] area [yang] yang mengurangi [dari;ttg] pengucapan kata-kata mereka yang mempengaruhi bisa dimengerti, yang [itu] adalah, area [dari;ttg] aksen mereka yang membuat ia/nya [yang] sulit untuk penutur asli untuk memahami [mereka/nya].
Ke dua, dengan gol ini di (dalam) pikiran, para siswa perlu untuk mampu mengidentifikasi area pengucapan kata-kata [yang] spesifik yang (mana) memberi [mereka/nya] itu kebanyakan gangguan. Tentu saja, ada area pengucapan kata-kata [yang] universal yang mempengaruhi kelompok bahasa spesifik, dan pembacaan berdasar pada penggunaan komponen sama ini akan membantu kamu. Lagipula, jika kamu mengambil suatu kelas pada [atas] pengucapan kata-kata, guru [yang] mungkin akan [minta;tanya] kamu untuk merekam suatu contoh pidato/suara yang (mana) dapat dianalisa untuk memeriksa yang (mana) spesifik area [yang] kamu harus bekerja terpasang, sebagai contoh, huruf hidup, vokal dan huruf mati bunyi;serasi, kata dan menghukum tekanan, dan pengurangan kata, dan penghubung, dan intonasi.
[Yang] akhirnya, kamu harus praktek corak ini di (dalam) situasi berbeda, dari latihan [yang] sangat tersusun ke pidato/suara dilakukan tanpa persiapan. Dengan kata lain, mari kita katakan kamu sedang memusatkan pada [atas] past tense, - ed [yang] berakhir ( e.g., yang dikerjakan, dimainkan, dibangun, ter/dipelajari, dll.). langkah Yang pertama akan mampu mengenali dan menghasilkan pengucapan kata-kata [yang] yang dikoreksi (menyangkut) akhiran dari tiap kata di (dalam) pengasingan [oleh/dengan] pengulangan [mereka/nya]; bagaimanapun, tidak menjamin ini yang kamu akan mampu menggunakan [mereka/nya] di (dalam) percakapan alami.
Begitu, kamu mungkin ingin merekam diri anda membicarakan tentang masa lalu akhir pekan dan apa yang kamu did---again, menggunakan past tense TERPOTONG. ALINEA TERLALU BESAR.
Many ESL learners are concerned about eliminating their accents, but before you run out and spend hundreds of dollars on the latest pronunciation course, let me give you some things to think about.
First, the main goal of any pronunciation course should be to focus on accent reduction, not accent elimination, which is virtually impossible. Rather, students should work on reducing areas of their pronunciation that affect comprehensibility, that is, areas of their accents that make it difficult for native speakers to understand them.
Second, with this goal in mind, students need to be able to identify which specific areas of pronunciation give them the most trouble. Of course, there are universal areas of pronunciation that affect specific language groups, and reading up on these commonalities will help you. Furthermore, if you take a class on pronunciation, the teacher probably will ask you to record a speech sample which can be analyzed to check which specific areas you need to work on, for example, vowel and consonant sounds, word and sentence stress, and word reductions, and linking, and intonation.
Finally, you need to practice these features in different situations, from very structured exercises to extemporaneous speech. In other words, let's say you are focusing on past tense, -ed endings (e.g., worked, played, constructed, learned, etc.). The first step would be able to recognize and produce the corrected pronunciation of the endings of each word in isolation by repeating them; however, this does not guarantee that you will be able to use them in natural conversation. Thus, you might want to record yourself talking about the past weekend and what you did---again, using past tenses. Rewind the recording and check to see how well you formed the verbs and if you pronounced them correctly.
Just remember that improving your pronunciation will take a lot of patience and commitment.
artinya
PENGURANGAN AKSEN
Banyak ESL pelajar adalah memperhatikan penghapusan aksen mereka, tetapi [sebelum/di depan] kamu pergi keluar dan membelanjakan beratus-ratus dolar pada [atas] pengucapan kata-kata kursus yang terakhir, beri aku kesempatan memberi mu beberapa hal-hal untuk memikirkan.
Pertama, gol yang utama tentang segala pengucapan kata-kata kursus harus untuk memusatkan pada [atas] pengurangan aksen, [yang] bukan penghapusan aksen, yang mana [adalah] hampir mustahil. Melainkan, para siswa perlu bekerja pada [atas] area [yang] yang mengurangi [dari;ttg] pengucapan kata-kata mereka yang mempengaruhi bisa dimengerti, yang [itu] adalah, area [dari;ttg] aksen mereka yang membuat ia/nya [yang] sulit untuk penutur asli untuk memahami [mereka/nya].
Ke dua, dengan gol ini di (dalam) pikiran, para siswa perlu untuk mampu mengidentifikasi area pengucapan kata-kata [yang] spesifik yang (mana) memberi [mereka/nya] itu kebanyakan gangguan. Tentu saja, ada area pengucapan kata-kata [yang] universal yang mempengaruhi kelompok bahasa spesifik, dan pembacaan berdasar pada penggunaan komponen sama ini akan membantu kamu. Lagipula, jika kamu mengambil suatu kelas pada [atas] pengucapan kata-kata, guru [yang] mungkin akan [minta;tanya] kamu untuk merekam suatu contoh pidato/suara yang (mana) dapat dianalisa untuk memeriksa yang (mana) spesifik area [yang] kamu harus bekerja terpasang, sebagai contoh, huruf hidup, vokal dan huruf mati bunyi;serasi, kata dan menghukum tekanan, dan pengurangan kata, dan penghubung, dan intonasi.
[Yang] akhirnya, kamu harus praktek corak ini di (dalam) situasi berbeda, dari latihan [yang] sangat tersusun ke pidato/suara dilakukan tanpa persiapan. Dengan kata lain, mari kita katakan kamu sedang memusatkan pada [atas] past tense, - ed [yang] berakhir ( e.g., yang dikerjakan, dimainkan, dibangun, ter/dipelajari, dll.). langkah Yang pertama akan mampu mengenali dan menghasilkan pengucapan kata-kata [yang] yang dikoreksi (menyangkut) akhiran dari tiap kata di (dalam) pengasingan [oleh/dengan] pengulangan [mereka/nya]; bagaimanapun, tidak menjamin ini yang kamu akan mampu menggunakan [mereka/nya] di (dalam) percakapan alami.
Begitu, kamu mungkin ingin merekam diri anda membicarakan tentang masa lalu akhir pekan dan apa yang kamu did---again, menggunakan past tense TERPOTONG. ALINEA TERLALU BESAR.
Langganan:
Postingan (Atom)